Dua Dokumenter Kuat Ini Menggugah Nurani: Dari Mata Air yang Terlupakan hingga Manisnya Gula yang Tak Selalu Indah

Penulis Berita
By Penulis Berita

BERITA-JABAR.COM – Dua film dokumenter yang lahir dari keresahan dan empati terhadap isu-isu nyata siap ditayangkan bersamaan dalam satu layar: Preserving The Seke dan Pahit Manis Gula Ciamis. Acara ini diinisiasi oleh Forum Film Jawa Barat (FFJB), bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat serta Gedung Indonesia Menggugat (GIM). Sebuah ruang temu di mana realitas bersuara dan kesadaran diuji — sebuah ajakan untuk melihat lebih dalam, bukan hanya menonton.

Film Preserving The Seke, karya Irwan Zabonk dan diproduksi oleh ZBX Picture, membawa penonton menelusuri denyut kehidupan di sekitar mata air yang kian terdesak oleh betonisasi dan ambisi pembangunan kota. Lebih dari sekadar film tentang lingkungan, ini adalah kisah tentang pilihan: ketika sebagian besar berpaling, masih ada yang setia menjaga. Karya ini sebelumnya telah mencuri perhatian di Manhattan Film Festival 2021 dan mengantarkan sang sutradara meraih gelar Best Director.

Lewat tokoh Isa, film ini merefleksikan benturan antara upaya pelestarian kawasan Gedong Cai Cibadak di Ledeng, Bandung, dan laju pembangunan yang tak kenal kompromi. Mata air (seke) yang dahulu menjadi sumber kehidupan, kini terancam oleh proyek-proyek ambisius. Ada ide besar untuk menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium alam, namun apakah suara pelestarian cukup keras untuk menandingi gemuruh mesin pembangunan?

Sementara itu, film Pahit Manis Gula Ciamis garapan Yoyo Sutarya menelisik cerita lain yang tak kalah penting: soal makanan manis yang kita konsumsi setiap hari, dan kisah getir di balik produksinya. Film ini menyingkap realitas pahit tentang penggunaan bahan tambahan yang membahayakan oleh sejumlah produsen, sekaligus menyoroti tekanan besar yang dihadapi para petani lokal.

Berlatarkan Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis—jantung produksi gula cokelat sukrosa di Indonesia—film ini menggambarkan proses produksi gula yang rumit dan penuh ketelitian. Gula yang dihasilkan dari campuran gula rafinasi, glukosa, molase, hingga sodium metabisulfat, diproduksi di sekitar 120 tempat dengan kapasitas besar. Tapi di balik rasa manisnya, tersimpan dinamika pelik: fluktuasi harga, persoalan kesehatan, hingga kompetisi ketat di pasar pangan nasional.

Pemutaran kedua film ini akan berlangsung pada Sabtu, 19 Juli, pukul 14.00 WIB di Gedung Indonesia Menggugat (Jalan Perintis Kemerdekaan No. 5, Bandung). Acara ini gratis dan terbuka untuk umum. Namun, lebih dari sekadar tontonan, ini adalah ajakan untuk membuka mata, berdiskusi, dan merenungkan ulang posisi kita dalam arus pembangunan dan konsumsi yang kerap membungkam suara-suara kecil.

Sesi diskusi terbuka akan digelar setelah pemutaran film, menghadirkan para sutradara dan tim produksi. Ini kesempatan langka untuk mengulik cerita di balik layar, menyimak tantangan di lapangan, dan menyuarakan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tak nyaman, tapi sangat penting untuk diangkat ke permukaan.(asril/png)

Share This Article
Leave a Comment