BANDUNG, berita-jabar.com – Sesuai dengan Peraturan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) 210 Tahun 2017 setiap LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) harus melakukan Kaji Ulang Skema Sertifikasi. Untuk kegiatan itu sekira 60 orang asesor dan tenaga ahli LSP Unisba mengikuti Kaji Ulang Skema Sertifikasi yang digelar di Gedung LPPM Unisba Jalan Hariangbanga nomor 4 Bandung (3/8).
Menurut Ketua LSP Unisba, Dr. Kiki Zakiah, sesuai aturan BNSP maka secara periodik setiap LSP harus melakukan kaji ulang skema sertifikasi dalam rangka pemeliharaan relevansi skema sertifikasi dengan kebutuhan lapangan usaha/industri/sektor. Kaji ulang skema sertifikasi dilakukan oleh komite skema dengan mempertimbangkan usulan dari pemangku kepentingan. Kaji ulang yang dilakukan komite skema meliputi seluruh unsur yang ditetapkan dalam dokumen skema sertifikasi.
“Hasil kaji ulang skema sertifikasi dapat berupa rekomendasi perubahan persyaratan sertifikasi, pencabutan skema sertifikasi (apabila tidak relevan lagi), dan pernyataan valid dan relevan terhadap skema sertifikasi yang dikaji ulang,” jelas Kiki.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Hendy Rudiansyah sebagai Konsultan Sertifikasi Kompetensi [LSP Unisba, KAI, Lingkungan Indonesia, Poltek TEDC, BPPK, UNIBA, Poltek Cilacap, UPI : Skema, Perangkat Asesmen, Sistem IT, SMM, Pendirian LSP, Lisensi LSP, dll] yang memaparkan perihal Lima Dimensi Kompetensi dan Pelaksanaan Kaji Ulang Skema & Perangkat.
Hendy menjelaskan, menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10) yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sementara itu menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004 menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional.
“Jadi di dunia kerja kita mengenal lima dimensi kompetensi, yakni Task Skill (TS), yaitu kemampuan melaksanakan satu tugas rutin. Kedua Task Management Skill (TMS), yakni kemampuan mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam satu pekerjaan. Ketiga Contingency Management Skill (CMS), yakni kemampuan merespon dan mengelola kejadian ireguler dan masalah. Keempat Job Role Environment Skill (JRES), yakni kemampuan menyesuaikan dengan tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja. Dan kelima Transfer Skill (TS), yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru,” ungkap Hendy.
Dari penjelasan tersebut Hendy menyimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, dan terdapat 5 dimensi kompetensi di dalamnya yang harus dimiliki individu, yakni Task Skill, Task Management Skill, Contingency Manajement Skill, Job Roll Environment Skill dan Transfer Skill.
Di akhir sesi Hendy mengilustrasikan aplikasi lima dimensi kompetensi pada praktik kerja seorang sopir. Pada dimensi TS seorang sopir harus mampu menjalankan mobil maju, mundur, belok kiri, belok kanan. Sementara dimensi TMS berarti dia harus menyesuaikan kaca spion, tempat duduk dan lainnya. Selanjutnya sopir mempunyai dimensi CMS manakala mampu memperbaiki mobil yang mogok atau ban bocor. Kemudian seorang sopir mempunyai dimensi JRES kalau dia paham aturan lalu lintas dan mematuhinya. Terakhir seorang sopir dinyatakan kompeten kalau memiliki dimensi TS jika dia punya keahlian di bidang transmisi automatic pada mobil baru canggih. (ask/bnn)