Gunung Ciremai: Gunung Api Tertinggi Jawa Barat dan Peristiwa Letusan Tahun 1937

admin@jabar
By admin@jabar

Ditulis Ulang Oleh: H. Iding Mashudi
Tanggal: 14 Desember 2025

BERITA JABAR COM.
Gunung Ciremai merupakan gunung api tertinggi di Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian tepat 3.078 meter di atas permukaan laut. Gunung ini terletak di perbatasan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, menjadikannya bentang alam ikonik bagi wilayah Ciayumajakuning (Cirebon–Indramayu–Majalengka–Kuningan) yang meliputi ratusan ribu hektar lahan. Selain menjadi kawasan konservasi yang kaya akan keanekaragaman hayati, Ciremai juga memiliki sejarah vulkanik yang panjang dan cukup aktif, yang selalu menjadi perhatian bagi warga sekitar dan lembaga penelitian.

Secara geologis, Gunung Ciremai termasuk gunung api tipe stratovolcano yang terbentuk selama ribuan tahun dari lapisan lava basalt dan andesit, serta material piroklastik seperti abu, batu apung, dan lahar hasil letusan berulang. Aktivitas vulkaniknya telah tercatat secara tertulis sejak abad ke-18, dengan catatan letusan pada tahun 1730, 1822, dan 1873 sebelum peristiwa 1937. Kawah utama yang berbentuk elips berada di puncak, disertai tiga kawah kecil yang terus berubah bentuk seiring dinamika magma di perut gunung.

Pada bulan April 1937, Gunung Ciremai mengalami erupsi yang cukup menggemparkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Letusan tersebut dimulai dengan getaran gempa vulkanik skala 4,2 yang dirasakan hingga wilayah Cirebon dan Indramayu. Abu vulkanik berwarna abu-abu gelap dengan ukuran butiran halus menyebar hingga jarak 15 kilometer ke arah selatan dan barat, menutupi lebih dari 50 desa, menutupi lahan pertanian jagung dan padi, serta mengganggu aktivitas perdagangan dan transportasi darat saat itu.

Peristiwa erupsi 1937 ini mendapat perhatian serius dari Nederlands Indische Vulkanologische Dienst (Lembaga Vulkanologi Hindia Belanda) yang berpusat di Batavia. Tim peneliti segera dikirim ke lokasi untuk memantau peningkatan aktivitas seismik, perubahan ketinggian permukaan kawah, dan volume emisi gas. Meski tidak tercatat menimbulkan korban jiwa, letusan tersebut menimbulkan kepanikan besar sehingga ratusan keluarga di lereng bawah harus mengungsi sementara, dan menjadi pengingat kuat bagi pemerintah kolonial tentang pentingnya sistem peringatan dini di wilayah rawan bencana.

Bagi masyarakat sekitar, Gunung Ciremai bukan hanya sumber bahaya, tetapi juga sumber kehidupan yang tak tergantikan. Tanah vulkanik yang subur akibat material letusan menjadikan kawasan lerengnya sebagai sentra pertanian padi, jagung, dan perkebunan kopi serta teh. Sejak masa kolonial, banyak perkebunan milik perusahaan Belanda dan petani lokal yang tumbuh subur di sana, membuat gunung ini berperan besar dalam menopang ekonomi dan menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Kuningan dan Majalengka yang memuliakannya sebagai “Gunung Buyut”.

Saat ini, Gunung Ciremai berstatus sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang luasnya mencapai 15.051 hektar dan tetap berada dalam pengawasan ketat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Sejarah letusan, termasuk peristiwa tahun 1937, menjadi bagian penting dalam rencana mitigasi bencana, edukasi masyarakat tentang keselamatan, serta upaya pelestarian alam agar keseimbangan yang harmonis antara manusia dan kekuatan alam gunung api tetap terjaga.

Share This Article
Leave a Comment