MENGINJAK tahun ketiga penyelenggaraannya, Mini Expo Jaya 2025 kembali hadir dengan energi segar dan visi yang semakin berdampak. Diselenggarakan oleh Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Bandung (Unisba), acara ini digelar meriah di Aula Utama Unisba, Jalan Tamansari 1 Bandung, pada Rabu (4/6). Expo ini menjadi puncak kreativitas mahasiswa tingkat akhir dalam mata kuliah Kewirausahaan dan Bisnis Digital—bukan sekadar tugas akhir, tetapi sebuah pengalaman belajar yang nyata.
Dengan tema menginspirasi “Cipta Bestari, Langkah Lestari: Karsa Kolaboratif untuk Usaha Berkelanjutan,” Mini Expo Jaya menjadi panggung bagi mahasiswa untuk menyuarakan ide, nilai, dan keberpihakan mereka terhadap keberlanjutan dan kemanusiaan.
Mini Expo Jaya telah melampaui fungsi sebagai pameran kampus. Ia telah menjelma menjadi ruang aktualisasi di mana mahasiswa bukan hanya menciptakan produk dan jasa, tapi juga menyisipkan misi sosial dan pesan moral dalam tiap inovasinya.
Beragam ide bisnis dipamerkan, mulai dari jasa titip dan layanan kebersihan untuk penghuni kost yang bisa dipesan secara daring, hingga board game edukatif bertema Barong dan profesi rakyat yang mengangkat kearifan lokal.
Mahasiswa juga menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan melalui produk fashion berbasis upcycling seperti tas dari sisa kain mode, aksesori dari plastik daur ulang, dan pakaian dengan desain tokoh folklor Indonesia.
Sektor wellness juga tak luput dari inovasi kreatif mahasiswa. Di antaranya bantal aromaterapi dari rempah nusantara, sabun zero waste dari ampas kopi, hingga kosmetik alami hasil kolaborasi dengan petani kopi lokal. Setiap produk tidak hanya menjual barang, tetapi juga menyampaikan kisah, nilai budaya, dan komitmen terhadap etika wirausaha.
Forum Kilat yang Menggelorakan Ide: Lightning Session
Salah satu momen puncak dari acara ini adalah sesi Lightning Session, yang menghadirkan pembicara lintas sektor dengan ide dan aksi yang menggugah:
M. Gumilang dari Food Bank Bandung berbagi solusi pengurangan kelaparan dengan mendistribusikan makanan berlebih lewat pendekatan kolaboratif.
Annisa Wibi, Co-Founder MYCL, memperkenalkan kulit alternatif berbahan jamur mycelium—ramah lingkungan dan sudah melanglang buana ke kancah internasional.
Ayu Budiyanti dari Rahsa Nusantara menampilkan bagaimana rempah-rempah lokal bisa dikemas kekinian, menyasar tren hidup sehat dan sekaligus memberdayakan petani.
Ketiganya membawa pesan yang senada: inovasi sejati adalah yang berakar pada kemanusiaan dan peduli terhadap bumi.
Tak hanya mahasiswa, semangat Mini Expo Jaya juga menyentuh ranah pendidikan menengah. Dua sekolah ternama, SMAN 1 Bandung dan SMA PGII 1 Bandung, ambil bagian dalam sesi presentasi bisnis hasil workshop “Main Bermain Sebelum Expo.”
Scerenity dari SMA PGII 1 menyuguhkan lilin aromaterapi dari minyak jelantah yang dipadukan aroma lokal seperti melati dan gaharu—unik, spiritual, dan berwawasan lingkungan.
Endeavor SC dari SMAN 1 tampil dengan dua produk inovatif: Wrinkleez, semprotan pelicin pakaian praktis, dan Aether Watch, tali jam dari kulit jeruk dan pisang—kreatif sekaligus ramah lingkungan.
“Deg-degan, tapi seru banget! Jadi tahu kalau produk lokal bisa sekeren ini,” ujar Sal dari PGII 1. Sementara El dari SMAN 1 takjub dengan inovasi kulit jamur dari MYCL. “Idenya gila sih, out of the box banget!”
Talkshow Reflektif: Menyatukan Nilai, Bisnis, dan Keberkahan
Talkshow bertema “Bisnis dan Nilai Islam” menjadi ruang berbagi pengalaman dari pelaku usaha yang menjadikan bisnis sebagai jalan dakwah dan pengabdian:
Kang Didi Kurniadi, pemilik Maringopi Café, menekankan pentingnya menjawab isu sosial dalam membangun merek yang relevan.
Anggina Santoso, pendiri brand sportwear muslimah Arktiv, membagikan bahwa kekuatan niat dan ketekunan adalah kunci menjalankan bisnis yang bermakna.
Sesi “Ngobrol Langsung” bersama alumni FEB Unisba seperti Kang Hendy (Teofilo) dan Teh Vina (Yobebee) memberi ruang dialog yang hangat dan membumi, menjadikan pengalaman bisnis terasa personal dan inspiratif.
Yang membuat Mini Expo Jaya berbeda adalah semangat merangkul komunitas sekitar. Pedagang kecil seperti Mang Muis (es potong) dan Mang Deni (cilok) bukan sekadar pengisi latar, tapi bagian dari cerita acara ini sejak awal. Konsumsi peserta pun didukung kantin lokal seperti Ayam Galak dan Ayam Penyet Brawijaya.
Bahkan merchandise resmi dibuat oleh penjahit rumahan dari spanduk daur ulang tahun sebelumnya—sebuah bukti nyata bahwa prinsip keberlanjutan bukan jargon, tapi benar-benar diwujudkan hingga ke detail terkecil.
Dengan semangat kolaboratif, keberpihakan pada lingkungan, dan pemberdayaan komunitas, Mini Expo Jaya 2025 menjadi lebih dari sekadar acara kampus. Ia adalah ruang belajar, beraksi, dan bermimpi—sekaligus peta jalan bagi generasi muda dalam membangun usaha yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga menebar manfaat dan keberkahan.***