BERITA-JABAR.COM – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (FH Unisba) sekaligus Wakil Rektor Bidang Alumni dan Kerja Sama, Prof. Dr. Ratna Januarita, S.H., LL.M., M.H., tampil sebagai salah satu narasumber pada Konferensi Nasional X Hukum Perdata dan Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) 2025.
Acara ini berlangsung di Universitas Surabaya (UBAYA) pada 15–16 Oktober 2025, dengan tema besar “Asas-asas dalam Hukum Perikatan: Relevansi dan Penerapannya di Masa Sekarang.”
Dalam forum ilmiah tersebut, Prof. Ratna menyampaikan materi berjudul “Transformasi Perikatan Non-Kontraktual di Era Digital: Urgensi Manajemen Risiko Hukum dalam Bisnis Modern Indonesia.”
Ia menjelaskan, topik itu dipilih karena berkaitan dengan kiprahnya sebagai Koordinator Working Group dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Perikatan, yang membahas secara mendalam perikatan non-kontraktual—hubungan hukum yang timbul tanpa perjanjian, namun tetap menimbulkan akibat hukum bagi para pihak.
“Fenomena digital memunculkan berbagai bentuk perikatan non-kontraktual baru, seperti kebocoran data pelanggan, misrepresentation oleh influencer atau konten berbasis AI, hingga kesalahan sistem pembayaran yang berujung pada unjust enrichment. Sayangnya, hukum kita belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak dalam ruang digital ini,” ujar Ratna.
Dalam kesempatan tersebut, Ratna juga memperkenalkan gagasan baru hasil penelitiannya, yakni “Quinthelix Legal System Theory,” sebuah pengembangan dari teori Legal System Theory milik Lawrence M. Friedman.
Teori ini menambahkan dua elemen penting—legal risk dan legal process—untuk memperkuat kemampuan sistem hukum beradaptasi terhadap dinamika dan risiko hukum di era digital.
“Transformasi digital telah melahirkan berbagai bentuk perikatan nonkontraktual yang belum sepenuhnya dijangkau oleh hukum konvensional. Kesenjangan antara asas-asas klasik dengan praktik hukum modern menuntut adanya sistem hukum yang lebih adaptif dan responsif, agar tetap menjamin kepastian hukum di tengah derasnya perubahan teknologi,” jelasnya.
Lebih jauh, Ratna menekankan bahwa forum seperti APHK memiliki peran penting dalam menjaga relevansi asas-asas hukum perikatan—seperti asas itikad baik, keadilan, dan kepastian hukum—agar tetap kontekstual di tengah tantangan digital dan hubungan hukum lintas batas.
Menurutnya, APHK merupakan wadah strategis bagi para pengajar hukum perdata untuk berdiskusi, berkolaborasi, dan memperbarui konsep hukum sesuai perkembangan zaman.
“Konferensi ini memberikan banyak manfaat dan wawasan baru. Selain sebagai ajang berbagi gagasan ilmiah, kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi dan kolaborasi lintas bidang yang memperkaya pemahaman saya tentang dinamika hukum perikatan masa kini,” tutur Ratna.
Menutup paparannya, Prof. Ratna menyampaikan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan dan mengajak sivitas akademika untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ilmiah, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Keterlibatan dalam forum seperti APHK tidak hanya menjadi bentuk pengakuan akademik, tetapi juga sarana nyata untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Saya berharap rekan-rekan dosen dan mahasiswa semakin termotivasi untuk menghadirkan ide-ide kreatif dan inovatif,” pungkasnya.
Partisipasi Prof. Ratna dalam kegiatan ini menegaskan peran Unisba sebagai perguruan tinggi Islam unggul yang konsisten mendorong pengembangan ilmu pengetahuan, hukum, dan kebijakan publik di tingkat nasional.
Melalui keikutsertaan para dosen dan guru besar dalam forum akademik bergengsi, Unisba terus memperkuat kontribusi nyata bagi kemajuan ilmu hukum dan pembangunan bangsa yang berlandaskan nilai-nilai keislaman.(askur/png)
