SEBENTAR lagi, tepatnya tanggal 21 Juli 2021 bertepatan dengan 10 Dzulhijjah 1442 Hijriyah umat Islam di seluruh dunia merayakan hari raya kedua, yakni Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban atau Hari Raya Haji. Ya, hari raya ini memiliki tiga nama untuk menunjukkan peristiwa di dalamnya.
Iduladha (bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim AS yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail AS untuk Allah, kemudian sembelihan itu digantikan oleh-Nya dengan domba. Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid, seperti ketika merayakan Idulfitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Iduladha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idulfitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.(Wikipedia)
Kita bisa menengok sisi historis peringatan Idul Adha dari kisah teladan Nabi Ibrahim AS, yaitu ketika beliau dititah Allah SWT untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar bersama Nabi Ismail AS putra tunggalnya yang saat itu masih batita. Keduanya ditinggalkan di suatu lembah tandus nan gersang. Tak ada tanaman di sekitarnya sehingga suasana di tempat itu begitu mencekam. Selain gersang, lembah itu sunyi dan sepi tidak ada penghuninya, baik manusia maupun binatang. Baik Nabi Ibrahim AS, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu secara ikhlas dan tawakkal hanya karena ingin mendapatkan ridla Allah SWT.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang artinya: Ya Tuhan kami sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya, Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan salat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Ibnu Abbas menceritakan perihal ditinggalkannya Siti Hajar di lembah tandus tersebut. Demikian teriknya sampai Siti Hajar tidak bisa menyusui Ismail kecil karena hausnya. Dia berlari-lari keci dari Bukit Sofa ke bukit Marwah bolak-balik hingga tujuh kali tapi tidak mendapatkan air setetes pun. Sebagai bentuk kasih sayang Khalik akhirnya Allah mengutus Malaikat Jibril membuat sumber mata air kehidupan. Inilah sumber mata air Zam-Zam yang hingga saat ini tetap mengalirkan airnya untuk masyarakat Mekkah dan para jamaah umrah dan haji dari seluruh dunia.
Munculnya Zam-Zam membuat perubahan drastis di wilayah itu karena pertanian bisa dialiri sesuai kebutuhan. Masyarakat yang lalu lalang berdagang pun bisa menikmati kesejukan sumber air kehidupan tersebut. Maka makmurlah daerah tersebut berkat Allah menempatkan Zam-Zam yang ada awalnya untuk keluarga Nabi Ibrahim tapi berikutnya dinikmati oleh semua masyarakat hingga kini.
Kondisi Kota Mekkah yang aman dan makmur tersebut dilukiskan Allah dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Ayat tersebut menyiratkan bahwa Kota kecil Mekkah sampai saat ini mempunyai tingkat kemakmuran tinggi. Setiap saat para jamaah Umrah (haji kecil) dari seluruh antero dunia mendapatkan fasilitas yang semakin baik. Setiap tahun umat Islam yang menjalankan ibadah Haji juga dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang disediakan pemerintahan Arab Saudi.
Kondisi sekarang merupakan gambaran terkabulnya doa Nabi Ibrahim pada saat memohon agar anak dan istri yang ditinggalkan mendapatkan perlindungan Allah SWT. Allah telah memberikan kasih sayangnya terhadap keikhlasan Nabi Ibrahim dan keluarganya saat ditinggal di lembah tandus tanpa kehidupan.
Pelajaran dari kisah tersebut adalah tawakal kepada Allah senantisa dibarengi dengan ikhtiar. Siti Hajar dengan bersusah payah mencari sumber air dari Bukit Sofa ke Bukit Marwa menunjukkan bahwa dirinya tidak menerima begitu saja kondisi saat itu tapi berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan air secara bersusah payah.
Di lain pihak Nabi Ibrahim juga tidak tinggal diam. Dengan ketaatannya, beliau menitipkan keluarganya seraya berdoa. Doa yang dilantunkan Nabi Ibrahim juga merupakan ikhtiar kepada Allah karena beliau yakin meninggalkan keluarganya di tempat tandus pasti beresiko. Alhasil, doa Nabi Irahim dikabulkan Allah SWT.
Sebagai momentum maka peristiwa usaha keras Siti Hajar syariat Islam menjadikannya sebagai rukun haji, yakni Sa’i (berlari-lari kecil) dari Bukit Sofa ke Bukit Marwa. Sa’i adalah berjalan atau berlari-lari kecil dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah yang dilakukan sebanyak tujuh kali setelah tawaf ifadah. Namun untuk melakukan Sa’i ada beberapa syarat yang harus Anda miliki, yakni didahului dengan melakukan tawaf ifadah, dilakukan di tempat Sa’i sampai tujuh kali, awal Sa’i dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwah, dan terakhir tertib atau sesuai urutannya.
Sebagai rukun haji maka Sa’i harus dilakukan oleh setiap orang yang melakukan umrah atau haji. Hal ini menunjukkan usaha keras yang dilakukan Siti Hajar mendapat apresiasi dari Allah SWT. Manfaat bagi jamaah umrah atau haji sebagai pengingat betapa seseorang harus melakukan usaha keras untuk mendapatkan sesuatu. Bagi makhluk yang penting adalah usaha atau aktivitas untuk mendapatkan sesuatu. Soal hasil itu urusan Allah semata.
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang ketika mendapati situasi yang sulit harus melakukan tindakan yang bersifat aktivitas atau inovasi. Masalah nanti hasilnya Allah yang akan menentukan. Di sini terbersit soal pikirin positif. Jika saat berdoa selalu berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan mengabulkan. Sebaliknya jika berpikir negatif maka Allah punya rencana lain.
Ketika kita semua berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan memberikan sesuatu yang baik sesuai dengan apa yang ada dalam prasangka kita. Begitu pula sebaliknya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman: “Aku (Allah) sesuai dengan prasangka hamba pada-Ku.”
Simpulannya, salah satu hikmah Idul Adha adalah meneladani usaha keras Siti Hajar mendapatkan air untuk menyusui Nabi Ismail AS dengan cara berlari-lari dari Bukit Sofa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Usaha kerasnya diapresiasi Allah dengan menurunkan Malaikat Jibril pembawa rezeki membuatkan sumur Zam Zam. Dari cikal bakal sumur kehidupan inilah tercipta Kota Mekkah yang makmur dan damai.
Kaitannya dengan kondisi pandemic Covid-19 ini, seluruh umat Islam harus berpikir positif. Salah satu implementasinya dengan melakukan afirmasi positif bahwa badan kita sehat, segar, dan kaya. (berbagai sumber)***
*Penulis Pemimpin Redaksi Pripos Newsroom Group